JAKARTA – eksekutif menjamin kebijakan penghapusan sistem kuota impor pangan bukan akan mengancam keberlangsungan sektor pada negeri kemudian tetap memperlihatkan berazam menjaga kepentingan petani juga menggerakkan swasembada nasional.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa langkah ini tidak berarti membuka keran impor secara besar-besaran. Menurutnya, kebijakan ini justru diarahkan untuk menciptakan sistem rantai pasok pangan yang lebih tinggi adil serta efisien.
“Bukan berarti kemudian impor besar-besaran, semua diimpor bukan! Tetap harus melindungi produksi di negeri, baik untuk komoditas pangan, teknologi, pakaian, atau apapun. Produksi di negeri tetap saja diprioritaskan,” ujar Sudaryono di siaran pers, hari terakhir pekan (11/4/2025).
Dia menjelaskan, penghapusan kuota impor belaka diterapkan pada sektor tertentu, khususnya yang digunakan berkaitan dengan keperluan industri. Misalnya, pada hal impor daging beku yang mana dibutuhkan oleh pelaku sektor pangan.
“Misalnya butuh impor daging beku, yang digunakan butuh industri, ya sudah ada lapangan usaha cuma yang digunakan impor. Tidak perlu ada pihak tertentu yang tersebut diberi kuota juga hak khusus. Menurut Pak Presiden, itu bukan adil,” jelasnya.
Sudaryono juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidaklah akan mematikan sektor nasional. Sebaliknya, sektor pertanian pada negeri akan terus diperkuat untuk mengupayakan swasembada lalu meningkatkan daya saing.
“Kita tetap memperlihatkan melindungi produksi pada negeri. Ini adalah tidak masalah membuka impor seluas-luasnya lalu membiarkan sektor kita mati. Tujuan utamanya tetap memperlihatkan swasembada,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan ini juga diyakini akan berdampak positif bagi masyarakat. Dengan sistem impor yang mana lebih lanjut terbuka, nilai komoditas seperti daging berpotensi menjadi lebih tinggi terjangkau.
Dalam skema baru ini, bidang dapat mengimpor secara langsung sesuai permintaan tanpa harus melalui sistem kuota yang dimaksud selama ini dianggap sarat kepentingan dan juga hanya saja menguntungkan kelompok tertentu. “Kalau nilai tukar beli impornya murah, maka nilai jualnya akan lebih lanjut murah. Yang menikmati siapa? rakyat Indonesia,” tambahnya.